Selasa, 05 April 2016
Baznas Alokasikan Dana Beasiswa Rp 350 Juta
KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Badan Amil Zakat Nasional (Baznas)
Kabupaten Kebumen pada tahun ini menambah pagu beasiswa yang diberikan
kepada siswa miskin berprestasi menjadi Rp 350 juta. Jumlah tersebut
meningkat dibandingkan dengan tahun 2105 yang hanya sebesar Rp 294 juta
untuk 61 penerima. Sedangkan jumlah penerimanya tahun ini juga bertambah
menjadi 75 penerima.
Ketua Panitia Seleksi Beasiswa Baznas Kebumen Ahmad Sahli Syam
mengatakan, tahun ini pagu beasiswa yang diberikan sebesar Rp 350 juta
untuk 75 penerima. Beasiswa Baznas yang diberikan kepada penerima
bersifat tuntas yakni diberikan selama enam semester. Untuk pelajar SMA
beasiswa diberikan Rp 6 juta naik, sedangkan SMK mendapatkan Rp 8 juta.
"Agar-agar anak-anak lebih fokus belajar dan orangtua mereka juga lebih
tenang terkait dengan pembiayaan sekolah," terang Ahmad Sahli Syam, di
kantor Baznas di komplek Gedung Haji Kebumen, kepada Kebumen Ekspres,
Senin (4/4/2016).
Ia menjelaskan, beasiswa Baznas kali ini merupakan tahun keenam. Tahun
2011 jumlah beasiswa diberikan kepada tiga orang, senilai Rp 21 juta,
lalu bertambah menjadi 25 orang di tahun 2012 senilai Rp 112,5 juta
lebih. Kemudian tahun 2013 menjadi 33 orang senilai Rp 121,8 juta lebih,
54 orang di tahun 2014 senilai Rp 154 juta, 61 orang pada 2015 senilai
Rp 294 juta. Sedangkan, pada tahun 2016 rencananya bakal diberikan pada
75 orang senilai Rp 350 juta.
Adapun pendaftaran beasiswa dimulai sejak 28 Maret hingga 15 April 2016
di Kantor Baznas Kebumen. Calon peserta wajib lolos seleksi
administratif, tertulis, wawancara dan Survei oleh tim Seleksi dari
pengurus Baznas Kebumen. "Seleksi tes tertulis akan dilakukan pada 18
April 2016," ujarnya.
Selain itu, Baznas Kabupaten Kebumen juga mengalokasikan beasiswa
sebesar Rp 3 juta untuk tingkat SMA/MA kelas XI untuk empat semester.
Selanjutnya, untuk tingkat SMA/MA kelas XII sebesar Rp 1,5 juta untuk
dua semester. Beasiswa tingkat SMK kelas XI sebesar Rp 4 juta untuk 4
semester dan Rp 2 juta untuk dua smester.
Calon penerima beasiswa Baznas Kebumen tahun ini mencapai 207 pelajar
dari tingkat SMP sederajat dan SMA/MA/SMK sederajat. Calon penerima
beasiswa tersebut merupakan pelajar yang berprestasi dengan kategori
kurang mampu. "Mereka sudah mengikuti tes tertulis beberapa waktu lalu,"
ujar manta Asisten Sekda ini.
Adapun peserta seleksi beasiswa Baznas, lanjut Sahli Syam, berasal dari
pelajar SMP kelas IX yang akan melanjutkan ke jenjang SMA, dan pelajar
SMA/SMK kelas X dan XI. Setelah lulus tes tertulis, calon penerima akan
mengikuti tes wawancara dan dilanjutkan survei kondisi rumah dan
perekonomian keluarga. "Sekolah-sekolah yang aktif menjadi muzakki atau
yang memiliki Unit Pengumpul Zakat atau UPZ tetap diprioritaskan,"
tandasnya.(ori)
Sabtu, 19 Maret 2016
Bocah 10 Tahun Mengurus Keluarganya , Menanti Uluran Tangan Pembaca
Bu Dokter dari Rumah Sehat BAZNAS-Timah Pangkalpinang segera menyambut dengan candanya. Ternyata Bimo demam sehingga harus meminum obat.
Tim Tanggap Darurat BAZNAS yang sedang berda di lokasi memperhatikan dengan seksama dua bocah yang mestinya masih sama-sama main ini. Para tetangga yang turut mengantarkan bercerita, dua bocah ini ditinggal pergi ayah ibunya yang bekerja di luar kota. Ayahnya seorang tukang, ibunya hanya buruh cuci yang mampunya sepekan sekali pulang. Mereka masih punya satu adik lagi, Delta yang berumur tujuh tahun. Ketiganya tinggal dengan nenek mereka yang sudah renta.
Tim Rumah Sehat BAZNAS-Timah pun bersama-sama mendatangi rumah mereka. Astaghfirullah, dada ini rasanya sesak. Tim mendapati nenek tidur di lantai beralaskan tikar tipis yang usang. Padahal ia mengeluh pusing, yang ternyata tekanan darahnya sedang tinggi. Anak-anak inipun tiap malam juga tidur di kasur tipis yang basah bekas banjir beberapa hari lalu. Rumah ini sangat sederhana, tak ada perabotan termasuk kompor.
Sehari-hari Desti dan sang nenek bergantian memasak menggunakan kayu bakar. Baju-baju yang dicuci Desti pagi tadi telah dilipatnya rapi tanpa diseterika, ditumpuk begitu saja di sudut ruangan. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan bagi para penghuninya, sebab masih sangat lembab.
Ketika anak-anak seusianya sulit dibangunkan untuk berangkat sekolah, Desti bangun sendiri tiap subuh untuk menyiapkan sarapan keluarganya. Sebelum bersiap-siap ke sekolah, Desti membersihkan rumah dan memandikan Bimo. Namun semua itu tak membuat Desti kendor dalam belajar. Ia selalu meraih tiga besar di kelas.
Kondisi ini membuat BAZNAS tergerak memberikan bantuan berupa tempat tidur, kompor, lemari dan santunan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Eee…apinya biru,” teriak Desti takjub begitu berhasil menyalakan kompor gas barunya. Ia berterimakasih kepada para munfik yang telah membantu keluarganya dari kesulitan selama ini.
Para pembaca juga dapat menyalurkan bantuan melalui BAZNAS untuk membantu sekolah Desti, Delta dan Bimo. Selain itu, bantuan juga akan diwujudkan dalam bentuk modal usaha untuk Ibu mereka agar dapat berkumpul setiap hari di rumah.
Zakat Pengurang Penghasilan Kena Pajak
Memasuki bulan Maret, para Wajib Pajak
sedang disibukkan dengan penyusunan SPT Tahunan, karena tanggal 31 Maret adalah batas akhir penyampaian
SPT Tahunan para Wajib Pajak. Dalam
penyampaian SPT, Wajib Pajak menghitung
sendiri (self assestment)
kewajiban pajaknya dan membayarkan serta melaporkannya kepada
Dirjen Pajak.
Pajak
memang merupakan kewajiban bagi setiap warga
negara yang memenuhi kriteria Wajib Pajak.
Bagi umat Islam, ada kewajiban lain terkait
pemotongan harta yaitu Zakat. Umat Islam tidak perlu mempertentangkan kedua kewajiban
tersebut, karena dalam sistem ekonomi Islam dikenal
dua sumber dana untuk menyelenggarakan kegiatan
pembangunan dan kesejahteraan rakyat yaitu zakat dan
pajak.
Zakat dan pajak, meskipun sama-sama kewajiban, tetapi
mempunyai dasar berpijak berlainan. Zakat mengacu pada ketentuan syariat
atau hukum Allah SWT baik dalam pemungutan dan penggunaannya, sedang
pajak berpijak pada peraturan perundang-undangan yang ditentukan oleh Ulil
Amri/pemerintah menyangkut pemungutan maupun penggunaannya.
Di Indonesia,
kewajiban pajak telah disosialisasikan secara masif sejak
beberapa tahun lalu, begitupun zakat telah
menjadi urusan negara sejak dikeluarkannya
UU Nomor 38/ 1999 yang kemudian diamandemen
menjadi UU Nomor 23/2011. Penerbitan PP Nomor 14/2014
dan Inpres Nomor 3/2014 semakin menguatkan peran negara dalam pengatura zakat, sebagai salah satu
sumber dana untuk mengurangi kemiskinan di
Indonesia. Negara bahkan telah mensikronkan
kewajiban pajak dan zakat, dengan melakukan pengaturan
melalui UU tentang pajak maupun UU tentang zakat,
sehingga umat Islam yang menjadi Wajib
Pajak mendapatkan keringanan untuk pembayaran
pajaknya.
Hal itu
terlihat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 disebutkan bahwa zakat atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib dikurangkan dari penghasilan bruto.
Ketentuan ini
menguntungkan bagi umat Islam, karena zakat yang dibayarkannya
dapat menjadi faktor pengurang penghasilan kena pajak, sehingga
mengurangi kewajiban pajak yang harus dibayarnya. Syaratnya,
pembayaran zakatnya harus dilakukan melalui BAZNAS, BAZNAS Provinsi
dan BAZNAS Kabupaten/Kota) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang teregistrasi.
Pembayaran zakat atas gaji karyawan melalui Unit Pengumpul Zakat (UPZ)
Kementerian/Lembaga dan BUMN juga termasuk dalam insentif tersebut.
Ketentuan
zakat yang menjadi pengurang penghasilan kena
pajak, tidak hanya untuk Wajib Pajak orang
pribadi pemeluk agama Islam, tetapi juga berlaku untuk zakat penghasilan yang
dibayarkan oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama
Islam kepada badan atau lembaga zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah. Sehingga perusahaan yang membayarkan zakatnya
melalui BAZNAS, juga dapat memanfaatkan insentif ini untuk
mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh
Wajib Pajak Badan yang pemiliknya beragama
Islam.
Mekanisme
zakat sebagai pengurang pajak adalah dengan mencantumkan
jumlah zakat dalam kolom di bawah penghasilan
bruto, dan selanjutnya melampirkan Bukti Setor Zakat
dari BAZNAS tingkat Pusat, Provinsi maupun Kabupaten /
Kota atau LAZ yang teregristrasi dalam laporan SPT
Muzaki.
Meskipun
ketentuan pembayaran zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak
(penghasilan bruto) telah berlaku sejak 2001, namun sampai saat ini
masih banyak Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam atau pembayar zakat
(muzaki) yang belum memanfaatkan pengurangan penghasilan bruto atas Pajak
Penghasilan (PPh) tersebut. Untuk itu amil zakat dan pegawai pajak di semua
kantor pelayanan diharapkan dapat memberi informasi dan penjelasan kepada para
muzaki dan Wajib Pajak yang dilayaninya.
Bagi para muzaki
yang selama ini sudah menunaikan zakatnya melalui
BAZNAS dan UPZ, mari manfaatkan ketentuan zakat
pengurang penghasilan kena pajak ini untuk membayar
kewajiban pajak secara tepat dan efektif. Bahkan
bagi karyawan yang zakatnya dipotong dari gaji
dan pajaknya dibayarkan oleh perusahaan, tetap
perhitungkan zakat anda sebagai pengurang penghasilan
bruto.
Apabila
akibat perhitungan tersebut ada kelebihan pembayaran pajak,
maka ada kebijakan Ditjen Pajak yang menyatakan bahwa
apabila ada kelebihan bayar (termasuk lebih bayar karena
pemotongan zakat), niscaya akan dilakukan pengembalian kelebihan pembayaran
pajaknya tanpa melalui pemeriksaan, tetapi cukup dengan penelitian oleh pegawai
pajak.
Lampirkan
Bukti Setor Zakat Anda dalam SPT Tahunan
anda, dan apabila Bukti Setor Zakat yang telah
dibayarkan selama 2015. Apabila Bukti Setor Zakat
tersebut terselip, Anda dapat meminta BAZNAS
untuk mencetakkan kembali atau Anda bisa juga mencetak
sendiri BSZ tersebut dengan membuka “muzaki
corner” di website BAZNAS.
Dengan
menunaikan zakat dan pajak secara benar, kita telah melaksanakan kewajiban beragama dan
bernegara, sehingga insya Allah secara
individu akan menambah rezeki, mensucikan
harta, menenteramkan jiwa dan secara umum
meningkatkan kemakmuran dan keberkahan bangsa.
Penulis: drh.
Emmy Hamidiyah, M.Si
Anggota BAZNAS
Kamis, 03 Maret 2016
Pemobilisasian Zakat Optimalisasi Sumber Pendanaan Penting Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional
Dibutuhkan Rp 26,557 triliun untuk
mencapai 8 persen pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam 5 tahun (RPJMN
2014-2019). Kemampuan pendanaan pemerintah hanya Rp. 4,023 triliun. Rp
22,534 triliun: bersumber dari masyarakat. Tingginya pertumbuhan ekonomi
menurunkan tingkat kemiskinan sekaligus meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Penambahan hutang luar negeri yang telah melebihi Rp 30.000
triliun,akan semakin membebankan perekonomian bangsa. Di samping itu,
Presiden telah tegas menyatakan bahwa pembangunan ekonomi tidak dapat
hanya dengan mengandalkan APBN. Sumber dana keagamaan zakat
masyarakat muslim Indonesia, menjadi alternatif yang tidak saja
diperhitungkan tetapi perealisasiannya dengan dimotori oleh pemerintah
merupakan sebuah keniscayaan.
Potensi zakat umat Islam Indonesia
Allah SWT mewajibkan umatnya membayar
zakat setara kewajiban menunaikan salat (AQ, 24:56; AQ, 24:103:
“Pungutlah (hai Muhammad) zakat dari sebahagian harta mereka… ”). Survey IDB (2010): potensi penghimpunan zakat
umat muslim Indonesia mencapai Rp. 217 triliun per tahun. Minimal Rp
1.000 triliun dapat terhimpun dalam 5 tahun: sejumlah 25 persen
investasi pemerintah dalam 5 tahun RPJMN 2014-2019.
Dengan kalkulasi sederhana jumlah
tersebut bisa dicapai. 215 juta (katakan 217 juta) penduduk muslim
Indonesia (86% dari 250 juta) berkemampuan menghimpun Rp 217 triliun
zakat per tahun dengan hanya ber zakat rata-rata Rp. 3.000 per umat
muslim per hari (sama dengan Rp 90.000 per bulan per muslim, Rp
1.000.000 pertahun per muslim dikali 217 juta muslim).
BAZNAS Kabupaten Sukabumi telah
membuktikan hal tersebut. Gerakan Infak Seribu per hari per muslim dalam
3 tahun berhasil menghimpun ratusan miliar untuk pendirian gedung
kantor bertingkat. Pencapaian Rp 217 triliun pertahun harus menjadi
tekad muslim Indonesia dalam pemenuhan pembayaran zakat yang diwajibkan oleh Allah SWT tersebut.
Langkah konkrit presiden/ pemerintah
Total Rp. 1.000 triliun dalam 5 tahun
tercapai apabila presiden/pemerintah mendorong kuat pemobilisasian
pembayaran zakat, lebih dari political will meluncurkan UU No. 23/2011
diikuti PP No.14/2014 dan Inpres No. 3/2014. Pengimplementasian UU, PP
dan Inpres tersebut akan menjadi nyata apabila diikuti dengan kepastian
bahwa setiap lembaga pemerintah/BUMN diinstruksikan membentuk UPZ tanpa
kecuali, diikuti sinerji solid antara BAZNAS Pusat-Daerah dengan MUI,
LAZ Nasional-Daerah, Dewan Mesjid Indonesia (DMI), ICMI, Ikatan/Asosiasi
Mubaligh dan Da’i, perbankan dan segenap ormas/lembaga pendidikan
serta media Islam. Anggota BAZNAS
(2015-2020) tunjukan Presiden memenuhi amanah UU No 23/2014, sedang
mengoptimalisasikan gerakan lembaga negara non-struktural ini sebagai
operator penghimpun zakat nasional sekaligus koordinator kegiatan LAZ
Nasional & Daerah.
Tekad pemerintah memastikan
terlaksananya penghimpunan zakat Rp. 1.000 triliun ini akan secara
signifikan mendongkrak pembangunan ekonomi nasional menurunkan
kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat (AQ. 24:60). Sudah
waktunya pemerintah mengambil langkah-langkah lebih konkrit menghimpun
potensi dana keagamaan zakat 215 juta umat Islam Indonesia dengan
memberdayakan BAZNAS secara tidak biasa.
Dukungan DPR-RI kepada BAZNAS dalam RDP
bulan lalu merefleksikan dukungan total rakyat ke presiden/pemerintah
dalam pemobilisasian zakat secara masif bagi pendanaan pembangunan
nasional.
Dr. Zainubahar Noor, SE, M.Ec
Wakil Ketua BAZNAS
Wakil Ketua BAZNAS
Undangan Rapat
Yth. Bapak/Ibu/Saudara
1. Kepala Desa Kedungpuji
2. Ketua BPD Desa Kedungpuji
3. Ketua LKMD Desa Kedungpuji
4. Ketua RW I, II dan III Desa Kedungpuji
5. Seluruh Ketua RT se Desa Kedungpuji
Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah, semoga rahmat dan
hidayah Allah SWT selalu menyertai setiap langkah kita dalam menjalankan tugas
sehari-hari.
Mengharap kehadiran Bapak/Ibu/Saudara di
acara yang akan diselenggarakan besok, pada :
Hari / Tanggal :
Sabtu, 5 Maret 2016
Waktu :
Pukul 20.00 Wib s.d. selesai
Tempat :
Balai Desa Kedungpuji
Keperluan :
Rapat Kordinasi Zakat Infak Shodaqoh (ZIS) Hasil Pertanian
Demikian undangan disampaikan, Atas perhatian dan
kehadiran Bapak/Ibu/Saudara kami sampaikan terima kasih.
Ketua UPZ Desa Kedungpuji
Budiyono, S.Pd.
Rabu, 02 Maret 2016
Menguatkan Peran Zakat
Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi ekonomi Indonesia dewasa ini cenderung menurun dan lesu. Baik para ekonom, pengamat, maupun rakyat biasa mengeluh seputar makin sulitnya memenuhi kebutuhan hidup belakangan ini. Merangkak-naiknya harga sembako adalah indikator termudah untuk meyakinkan kenyataan ini.
Sebagai Amil Zakat di BAZNAS kami juga merasakan hal yang serupa. Trendmasyarakat miskin yang mengajukan permohonan bantuan ke BAZNAS kian hari kian meningkat dan merata di seluruh program, utamanya yang berkaitan dengan kebutuhan pokok hidup masyarakat miskin (al-hajjah al-ashliyyah). Ini indikasi nyata tentang kondisi si fakir-miskin yang kian terjepit.
Namun ada hal yang menarik untuk ditelisik, bahwa ditengah lesunya kondisi perekonomian hari ini, dapat dikatakan tidak (atau tepatnya belum) berpengaruh signifikan terhadap penghimpunan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZNAS. Tentu perlu penelitian mendalam dan melibatkan banyak variable untuk menguji validitas dan reliabilitas hipotesis ini. Akan tetapi secara umum capaian penghimpunan dana zakat baik BAZNAS ataupun LAZNAS menunjukkan trend yang cenderung meningkat berkisar 15-30% dari tahun sebelumnya.
Kita menyadari bahwa posisi zakat belumlah dianggap setara dengan pajak di Indonesia, tidak seperti di Malaysia. Walaupun dukungan pemerintah, khususnya era SBY, kepada zakat sangat kuat minimal dengan dua indikator, yakni regulasi dan dukungan personal SBY terhadap zakat.
Hal tersebut termanifestasi dengan terbitnya UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat Nasional, Peraturan Pemerintah (PP) No 14 Tahun 2014, dan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang optimalisasi pengumpulan zakat di kementerian/lembaga, sekretariat jenderal lembaga negara, sekretariat jenderal komisi negara, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah melalui badan amil zakat nasional. Pun secara personal SBY mencontohkan membayar zakatnya ke BAZNAS dan menjadi Presiden pertama yang berkunjung ke kantor BAZNAS bersama jajaran menterinya.
Kepada Pengurus BAZNAS periode 2008-2015, Presiden SBY pernah mewacanakan bagaimana halnya jika zakat dimasukkan sebagai instrument pemasukkan negara sebagaimana halnya pajak. Hal ini sangat tepat khususnya dalam hal mendukung program pengentasan kemiskinan di Indonesia. Sementara kita ketahui fakta bahwa ada beberapa kementerian dan lembaga negara yang konsern dalam permasalahan pengentasan kemiskinan tapi kurang terkordinir dan seakan berjalan sendiri-sendiri.
Wacana menjadikan zakat setara dengan pajak itu mungkin masih diragukan oleh segelintir orang. Ini menjadi tantangan bagi BAZNAS dan LAZNAS untuk membuktikan bahwa zakat juga mempunyai andil peranan besar dalam mengentaskan masalah negeri ini, utamanya menyangkut pengentasan kemiskinan.
BAZNAS dan LAZNAS harus sadar bahwa posisi mereka sebagai bagian atau mitra dari pemerintah. Karena seyogyanya tujuan zakat selaras bahkan berhimpitan dengan tujuan kita dalam bernegara. Singkatnya meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Dari paparan di atas kian nyata bahwa BAZNAS dan LAZNAS harus mereview kembali porsi program yang bersifat produktif transformatif (empowerment) dan yang bersifat konsumtif (direct aid). Hal ini menjadi penting setidaknya dilihat dari dua hal. Pertama, Keterbatasan dana zakat. Walaupun trend penghimpunan zakat nasional meningkat, akan tetapi masih jauh dari potensi yang ada, artinya dana zakat terbatas. Adalah arif jika dana yang terbatas itu dikelola dan disalurkan melalui program yang bertujuan untuk mentranformasi penerima zakat (mustahik) menjadi pemberi zakat (muzaki). Namun bukan berarti yang bersifat konsumtif ditiadakan sama sekali. Sebab selalu ada kelompok masyarakat dan kondisi yang membutuhkan dana yang bersifat mendesak dan darurat. Kedua, Menghindari overlapping. Program pemerintah yang bersifat bantuan tunai langsung sudah berjalan dan melibatkan berbagai kementerian. Dengan daya jangkau, jumlah anggaran, infrasturktur, dan stakeholder yang terlibat memungkinkan pemerintah untuk fokus pada kelompok masyarakat miskin yang tidak sulit untuk diberdayakan. Sehingga BAZNAS dan LAZNAS dapat memfokuskan pendistribusian dana zakat pada program pemberdayaan.
Dari sini kita memahami bahwa zakat memiliki peran penting dalam kehidupan bernegara. Hal ini tentu menepis anggapan segelintir orang bahwa zakat adalah urusan pribadi yang bersifat mikro. Lebih jauh sebagai muslim kita meyakini bahwa zakat adalah solusi Ilahi untuk memperluas distribusi dan perputaran kekayaan ke seluruh lapisan masyarakat. Dengan tujuan agar harta kekayaan itu tidak hanya berputar pada segelintir orang yang berdampak buruk bagi kehidupan sosial.
Oleh Farid Septian S.Sos
Mengelola Resiko pada Lembaga Zakat
Beberapa waktu lalu di harian ini, tepatnya di edisi 22 September 2014, penulis telah mengungkap perihal manajemen resiko pengelolaan zakat yang perlu dikembangkan oleh BAZNAS. Berdasarkan hasil pertemuan tiga kali working group penyusunan “Zakat Core Principles (ZCP)”, resiko-resiko terkait dengan pengelolaan zakat yang telah teridentifikasi antara lain adalah resiko reputasi dan kehilangan muzakki, resiko penyaluran, resiko operasional dan resiko transfer zakat antar negara. Resiko-resiko tersebut perlu dikelola karena dapat memengaruhi kinerja lembaga pengelola zakat dan kepercayaan publik.
Secara sederhana, resiko dapat diartikan sebagai keadaan yang dapat menciptakan peluang terjadinya suatu ancaman yang dapat menimbulkan dampak negatif berupa kehilangan sesuatu yang berharga, seperti reputasi dan kepercayaan. Menurut Godfrey (1996), jika merujuk pada analisis atas probabilitas terjadinya resiko dan dampak yang ditimbulkan dari resiko tersebut, maka ada empat kemungkinan tingkat penerimaan resiko, yaitu: unacceptable (resiko yang tidak dapat diterima atau ditoleransi), undesirable (resiko yang sebaiknya dihindari), acceptable (resiko yang dapat diterima namun perlu dikelola), dan negligible (resiko yang dapat diabaikan karena tidak memiliki pengaruh signifikan).
Dengan keempat tingkat penerimaan resiko tersebut, maka lembaga zakat perlu melakukan identifikasi terkait dengan resiko apa saja yang mungkin muncul dalam aktivitas pengelolaan zakat, bagaimana dampaknya, dan bagaimana memitigasi resiko tersebut melalui tindakan dan langkah yang tepat dan efektif. Selama ini, manajemen resiko belum terlalu dikenal di dunia pengelolaan zakat. Padahal, ada banyak dampak negatif yang bisa ditimbulkan ketika terjadi suatu peristiwa yang sebenarnya bisa diantisipasi sebelumnya melalui penerapan manajemen resiko yang baik.
Sebagai contoh, dalam penyaluran zakat untuk program beasiswa, maka diantara resiko yang dapat terjadi adalah resiko keterlambatan proses pencairan dana beasiswa ke rekening mustahik. Padahal keterlambatan ini berpotensi menciptakan masalah, yaitu dikeluarkannya mustahik tersebut dari sekolah/ kampus tempatnya belajar. Jika ini terjadi, maka hal tersebut berpotensi merusak nama baik lembaga zakat.
Untuk itu, diperlukan adanya tindakan mitigasi yang tepat. Misalnya, dengan cara menghubungi otoritas sekolah/kampus tempat belajar mustahik yang bersangkutan. Jika ini yang dilakukan, maka perlu diatur siapa petugas amil yang bertanggung jawab untuk menghubungi pihak sekolah/kampus dan menyampaikan informasi keterlambatan pencairan ini.
Contoh yang lain adalah resiko dari sisi penghimpunan zakat. Misalnya, resiko kurangnya informasi pengelolaan zakat yang dilakukan lembaga kepada para muzakki, padahal mereka telah berzakat secara rutin kepada lembaga. Implikasi yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya tingkat kepercayaan muzakki kepada lembaga. Untuk itu, perlu dilakukan tindakan mitigasi yang tepat. Misalnya, dengan menyegerakan laporan rutin pengelolaan zakat kepada muzakki secara langsung dengan disertai ucapan permohonan maaf atas keterlambatan penyampaian informasi ini. Hal tersebut harus dimasukkan ke dalam standar prosedur operasional lembaga.
Dengan dua contoh di atas, maka mengembangkan kajian mengenai manajemen resiko dalam pengelolaan zakat menjadi hal yang sangat penting. Dalam konteks inilah, Triyani, Beik dan Baga (2015) mencoba mengidentifikasi resiko-resiko yang mungkin terjadi pada pengelolaan zakat. Dari hasil kajian yang ada, ternyata ada 60 jenis resiko yang perlu dikelola dengan baik oleh organisasi pengelola zakat, baik BAZNAS maupun LAZ. Resiko-resiko tersebut terdiri atas 16 resiko pada aspek penghimpunan zakat, 26 resiko pada aspek pengelolaan zakat, dan 18 resiko pada penyaluran dan pendistribusian zakat. Tugas BAZNAS selanjutnya adalah melakukan formulasi manajemen resiko ini melalui perumusan Peraturan BAZNAS agar setiap lembaga, termasuk BAZNAS daerah dan LAZ, dapat mengembangkan manajemen resiko ini dengan baik, sehingga peluang terjadinya hal-hal negatif yang dapat menghambat pembangunan zakat nasional dapat diminimalisir.
Wallaahu a’lam
Irfan Syauqi Beik
Kepala Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah (CIBEST) IPB
Kepala Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah (CIBEST) IPB